Relatif

Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata relatif memiliki arti "tidak mutlak; nisbi". Kedua arti tersebut sama membingungkannya dengan kata "relatif". Jika dicari arti kata mutlak dalam kamus yang sama, artinya "mengenai segenapnya (segalanya), seutuhnya; tidak terbatas; penuh; tidak boleh tidak; harus". Berarti tidak mutlak memiliki arti "tidak utuh, hanya sebagian, terbatas, tidak penuh, boleh tidak dan tidak harus." Sedangkan nisbi artinya "hanya terlihat (pasti; terukur) kalau dibandingkan dengan yang lain; dapat begini atau begitu; bergantung kepada orang yang memandang; tidak mutlak; relatif". Begitulah kamus mengartikan, pada akhirnya akan kembali pada kata sebelumnya, ya ... relatif.

Pada kesempatan ini, saya tidak bermaksud membahas arti kata relatif dengan panjang lebar, pembahasan di atas hanya sekedar memaklumkan kita, bahwa seperti itulah makna relatif.

Setiap kita, memandang sesuatu dengan sangat relatif. Betapa tidak, mari kita bahas. Si A mengatakan bakso itu sangat nikmat, tetapi si B akan mengatakan hal berbeda, meskipun baksonya sama, waktu, tempat dan orang yang menjual juga sama. Baju merk X sangat bagus dan keren bagi sebagian orang, tetapi bagi sebagian yang lain akan mengatakan baju merk X kurang bagus atau bahkan tidak bagus sama sekali. Dan seterusnya begitu, hingga masalah yang sangat sensitif, masalah cantik dan tampan, setiap kita mempunyai kriteria yang berbeda tentang hal itu.

Tetapi, apakah semua yang di dunia selalu nisbi?
Apakah agama termasuk relatif?
Kalau agama termasuk relatif, maka tak ada agama yang benar, semua pasti mengatakan "terserah selera gue". Berarti Tuhan adalah nisbi, tidak mutlak? Oh... alngkah hebatnya manusia purba, yang memandang sekehendak hatinya siapa yang layak jadi Tuhan. Bolehlah ia seekor sapi, bolehlah ia seonggok batu, atau boleh juga barang buatannya sendiri menjadi Tuhan. Na'udzubillah.

Mari kita pahami firman Alloh dalam QS. Al-Mukminun ayat 71 berikut ini:


”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka (Al-Qur'an), tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS Al-Mu’minun : 71)

Ayat di atas secara jelas membantah pandangan yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif sehingga dapat berjumlah banyak sesuai jumlah hawa nafsu manusia. Bahkan melalui ayat ini Allah ta’aala menegaskan betapa dahsyatnya dampak yang bisa timbul dari mengakui kebenaran berbagai pihak secara sekaligus. Digambarkan bahwa langit dan bumi bakal binasa karenanya. Sebab masing-masing pembela kebenaran tersebut pasti akan mempertahankan otoritas kebenarannya tanpa bisa menunjukkan dalil atau wahyu Ilahi yang membenarkannya.

Sebagai seorang muslim, kita harus yakin bahwa Islam adalah mutlak. Allohu robbi adalah mutlak, Rosululullah Muhammad adalah mutlak, dan keimanan kita kepada rukun Iman yang enam lainnya adalah mutlak. Lalu atas dasar apa seorang muslim mengklaim kebenaran mutlak ajaran Islam? Tentunya berdasarkan wahyu otentik kitab suci Al-Qur’an. Di dalamnya Allah ta’aala jelas-jelas berfirman:

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah : 147)

Jelas bagi seorang mu’min bahwa kebenaran haruslah yang bersumber dari Allah ta’aala Rabbul ’aalamiin. Oleh karenanya kitapun meyakini sepenuhnya tatkala Allah ta’aala berfirman:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” (QS Ali Imran : 19)

Sumber penolakan kaum kafir adalah kedengkian, percaya atau tidak begitulah adanya, mereka memahami kebenaran itu, tetapi hatinya tertutup kedengkian.
 

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran : 85)

Berdasarkan kedua ayat di atas ummat Islam menjadi mantap dalam meyakini bahwa satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan akhirat hanyalah jalan Islam. Yaitu jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Bukan ummat Islam yang mengklaim kebenaran mutlak ajaran Islam, melainkan Allah ta’aala sendiri yang mengklaim hal tersebut. Kita hanya meyakini dan menaati firman Allah ta’aala. Oleh karena itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan betapa berbedanya ganjaran ukhrowi yang akan diterima seorang mu’min dibandingkan seorang kafir (non-muslim) akibat perbuatan baiknya di dunia.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا

”Sesungguhnya Allah tidak menganiaya (mengurangi) seorang mu'min hasanatnya, diberinya di dunia dan dibalas di akherat. Adapun orang kafir, maka diberi itu sebagai ganti dari kebaikan yang dilakukannya di dunia, sehingga jika kembali kepada Allah, tidak ada baginya suatu hasanat untuk mendapatkan balasannya.” (Muslim 5022)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: ”Seorang kafir jika berbuat kebaikan di dunia, maka segera diberi balasannya di dunia. Adapun orang mu'min jika ber¬buat kebajikan, maka tersimpan pahalanya di akherat di samping rizqi yang diterimanya di dunia atas keta'atannya.” (Muslim 5023)

Karena antonim dari relatif adalah mutlak, berarti Selain Islam adalah Kebatilan

Bahkan dalam ayat lain jelas Allah ta’aala firmankan bahwa Allah ta’aala Dia-lah hakikat Kebenaran itu sendiri, sedangkan semua seruan selain Allah ta’aala hanya mengajak manusia kepada kebatilan.

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“(Kuasa Allah ta’aala) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah ta’aala, Dialah Al- Haq (Kebenaran) dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah ta’aala, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah ta’aala, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS Al-Hajj ayat 62)

Saudaraku, apakah masih ada dalam benak kita pemikiran bahwa semua yang di dunia ini relatif? termasuk beragama? Semoga kita dijauhkan dari hal-hal sedemikian.


Berikutnya
« Prev Post

Tulis Komentar Di Sini ConversionConversion EmoticonEmoticon

Thanks for your comment